Catatan Kecil Untuk Topang Indonesia Maju, Oleh: Ahmad Muslimin,SE.

Lampung,- BeritaNatural.Net Tingkatkan mutu dan kesejahteran profesi hukum serta buat PP CIPTAKER yang Complementary antara Omnibuslaw dan UUPK No:8/1999 untuk wujudkan keadilan dan kemakmuran sosial, Minggu,15 November 2020.

Catatan kecil untuk topang Indonesia maju, oleh:
Ahmad Muslimin,SE, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Gema Masyarakat Lokal ( DPW LPKS GML) Indonesia – Provinsi Lampung.

Upaya pemerintah pusat untuk pengembangan perlindungan konsumen dengan membentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional(BPKN) RI yang bertanggung jawab kepada PRESIDEN RI. Selanjutnya BPKN RI mempunyai tugas anatara lain; memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen, Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen. Maka BPKN RI wajib memastikan subtansi yang masuk dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Cipta Lapangan kerja(PP CIPTAKER) berdampak positif terhadap perlindungan konsumen. Yang dapat di sampaikan langsung kepada PRESIDEN RI. Mengingat setiap manusia adalah konsumen dan dalam perspektif luas, manusia adalah konsumen dari produk politik yang di sebut: “HUKUM” (law in the consumer perpective). Dengan kata lain konsumen adalah seluruh rakyat indonesia. Sesuai amanah konstitusi negara wajib hadir untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat/konsumen. Karna konsumen adalah kekuatan besar sebuah nusabangsa atau negara dalam membangun perekonomiannya. Bahkan pemeran utama perekonomian nasional dan internasional adalah konsumen dengan pelaku usaha. Dan tampak jelas UUPK No:8/99 di tujukan untuk melindungi konsumen dan omnibuslaw di tujukan untuk menarik investor/pelaku usaha. Maka antara UU payung(UUPK No:8/99) dengan omnibuslaw idealnya dapat di integrasikan atau di harmonisasikan. Sehingga antara kepentingan konsumen dengan kepentingan pelaku usaha dalam memperkuat perekonomian nasional jadi seimbang dan adil. Atau dengan kata lain untuk wujudkan keadilan dan kemakmuran sosial dalam pembuatan PP CIPTAKER antara Omnibuslaw (UU CIPTAKER) dan UUPK No:8/99 ada kolerasi dan implementasi dari UU keduanya yang bersifat saling melengkapi dan memperkuat (COMPLEMENTARY), bukan hubungan Lex specialist dan Lex generalis semata. Apalagi Bapak Presiden RI telah telah menghibau agar semua kalangan memberi masukan dalam pembuatan PP CIPTAKER yang akan mengatur secara teknis. Mengingat prinsip UUPK No:8/99 adalah adanya keseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha. Dan saat merancang omnibuslaw juga di terbitkan KEPMENKO Perekonomian nomor: 378 tahun 2019 tentang satuan tugas bersama pemerintah dan KADIN untuk konsultasi publik omnibuslaw.

Penataan ulang perlindungan konsumen dengan kebutuhan era kekinian dan era akan datang sangat penting pada pembuatan PP CIPTAKER. Karna untuk revisi UUPK no:8/99 membutuhkan prosedur dan waktu yang lama. Sebagai bukti adalah draft perubahan UUPK no:8/99 sudah di sampaikan pada tahun 2005 s/d saat ini belum masuk PROLEGNAS. Apalagi dengan adanya sederet kasuistik yang menimpa konsumen maupun pelaku usaha yang tidak bisa di atasi ataupun di tanggani secara menyeluruh oleh UUPK No:8/99. Bahkan Baru reda persoalan konsumen baik perorangan ataupun organisasi desa yang jadi nasabah Bank JATIM yang di lakukan oknumnya(berininsial: “AF”) yang gelapkan uang nasabah Bank JATIM senilai Rp.7,7M. Dan AF di vonis oleh pengadilan 4 tahun 6 bulan penjara karna terbukti melakukan pelanggaran pasal 374 KUHP dan AF wajib mengembalikan uang kepada pihak bank JATIM Rp.2,9M lebih sedangkan sisanya Rp.4,7M lebih jadi kerugian pihak bank JATIM unit keppo di desa polagan, kecamtan Galis – Pamekasan. Pengelapan uang nasabah di lakukan AF Dengan cara memalsukan tanda tanggan konsumen sebagai nasabah bank JATIM untuk menarik uang dan merayu calon nasabah untuk menabung di bank JATIM dengan iming-iming hadia electronik rumah tangga.

BACA JUGA:  Luncurkan ICONNET, PLN Group Siap Sajikan Layanan Internet yang Andal, Terjangkau dan Tanpa Batas.

Bahkan belum selesai kasus konsumen yang berinvestasi dengan membeli saham virtual yang di tawarkan oleh oknum(berininsial: “MLA”) perbankan yang mengatas namakan BRI. Sehingga MLA yang bekerja di BRI KACAB Pamekasan – Madura JL.jokotole kelurahan baru rambat. Merugikan 23 konsumen sebagai nasabah BRI, dengan jumlah uang yang di gelapkan MLA kurang lebih sebanyak Rp.8,2M. Dan kasusistik ini telah di laporkan oleh kepala cabang BRI Pamekasan ke pihak yang berwajib. Begitu pula tentang peredaran uang palsu dan kepalsuan lainnya yang kerap terjadi.

Kemudian jagad dunia di hebohkan dengan kasus raibnya uang milik atlet E-Sport Winda Earl kurang lebih sebanyak Rp.20 Milyar yang di tabung di Maybank Indonesia yang sahamnya di miliki Maybank group asal negara malaysia. Dan meski di sinyalir uang tersebut di tilap oleh kepala cabang Maybank Indonesia di Cipulir – Jakarta Selatan. Namun penyelesaian kasusnya harus di selesaikan di pengadilan. Selaras dengan penilaian OJK RI bahwa uang tabungan yang di minta Winda akan kembali apabila nasabah memang terbukti tidak bersalah dan kesalahan ada pada sistem keamanan Maybank Indonesia setelah di buktikan dalam pengadilan.

Belum lagi tentang maraknya kegiatan finance via online baik yang menawarkan pinjaman maupun menawarkan investasi tanpa ada kontrak electronik yang jelas. Bahkan dalam penagihan konsumen yang pinjam uang via online, kerabat dan temanya di kirimi WA yang menyatakan si peminjam sebagai buronan pinjaman online dengan melampirkan foto konsumen yang memegang KTP Asli.
Yang tidak kalah mengejutkan adalah tentang Protokol kesehatan pemerintah yang yang tidak terlaksana dalam penyambutan ulama besar (Berininsial: “HRS”) di bandara internasional Soekarno Hatta. Sehingga ada hak-hak konsumen lainnya yang terlanggar. Padahal Protokol Kesehatan Pemerintah wajib di terapkan sebagai law enforcement sampai dengan ke justice enforcement yang harus di tegakan. Dengan menindak tegas kepada siapapun yang melanggar protokol kesehatan pemerintah. Juga tidak kalah heboh kasusistik yang menimpa aktris(Berininsial: “G”) tentang adegan mesum berupa video yang di sebarkan ke publik, dan di sinyalir bermotif pemalsuan tingkat tinggi (Deef fake) yang sulit di buktikan. Bahkan konsumen ada juga yang alami penipuan phishing melalui pesan elektornik/SMS berisi Malware (SMISHING) dan juga konsumen ada yang alami penipuan melalui telephone gunakan Social engineering (Voice Phishing/Vhishing).

Maka melihat kenyataan peristiwa demi peristiwa yang telah terjadi dan konsumen masih belum terlindungi secara baik dan masih belum mendapatkan keadilan dalam mendapatkan haknya. Maka ada baiknya eksekutif, legislatif dan yudikatif juga segera mengkaji dan merevisi serta menata ulang Undang – Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) nomor: 8 tahun 1999 yang di sahkan pada 20 April 2020.
Begitu pula profesi hukum perlu di tata kembali dan di tingkatkan mutu dan kesejahteraannya agar dalam mengemban profesionalisme kinerjanya lebih mumpuni dan hakim dalam konkretisasi hukum saat menghidupkan pasal-pasal mati dalam peraturan perundangan – undangan(Law in the book) jadi putusan nyata(law in action) untuk berikan putusan terhadap suatu peristiwa hukum dapat mengkedepankan keadilan masyarakat (Social Justice) sehingga tidak kaku dan gagal paham menerapkan keadilan hukum(legal justice).
apalagi UU ITE No:19 tahun 2016 tentang perubahan UU ITE No: 11 tahun 2008 dengan PP No: 71 tahun 2019 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik. Yang berkait dengan perlindungan konsumen juga telah terbit dan berlaku. Maka Hal tersebut di atas harus ada quick respon dari triaspolitica di NKRI. Jangan hanya Dari BPKN RI yang berikan usulan terkait pembuatan PP CIPTAKER yang saat ini sedang di godok. Tidak kalah penting jika Mengingat UUPK No: 8/1999 dan Protokol kesehatan pemerintah merupakan penegakan hukum(law enforcement) yang dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang di lakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya(alternative desputes or conflicts resolusing) wajib di tegakan. Dan dalam konsideran UUPK No:8/99 menyebutkan pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha. Sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang di peroleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Apalagi tentang hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain. Karna pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat: “KONSUMEN”.

BACA JUGA:  Mingrum Gumay Menggelar Sosialisasi Ideologi Pancasila Dan Wawasan Kebangsaan

Dan hal tersebut di atas tentang perlindungan konsumen dan profesi hukum sangat penting di tata ulang. Dalam rangka untuk menghindari putusan-putusan pengadilan yang menciderai perasaan keadilan masyarakat(The sense of justice of people). Dan juga oleh karena hukum harus mampu sebagai instrument untuk melindungi kepentingan manusia yang sering saling bertabrakan antara satu dengan yang lainnya(conflict of human interest). Bahkan konflik yang sering terjadi inilah yang menjadi sebab wujudnya(raison d’etre) hukum jadi ada. Yang kemudian pengadilan berfungsi amat vital dalam menopang pelaksanaan ide-ide hukum(Des sollen) menjadi kenyataan-kenyataan hukum(Des sein). Maka dari itulah segera berbenah. Karna hukum sejatinya telah menjadi sumber daya regulasi yang dapat wujudkan nusabangsa adil dan makmur dalam keprimaan untuk memberikan kebahagiaan bagi segenap tumpah darah Indonesia.

Sebagai catatan bersama bahwa UU No: 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen memiliki 5(Lima) Azas yang di anut dan di tuangkan dalam UUPK No: 8/1999 pasal 2(DUA) yakni; “MANFAAT, KEADILAN, KESEIMBANGAN, KEAMANAN, dan KESELAMATAN KONSUMEN, serta KEPASTIAN HUKUM”. Dan berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 1 UUPK No:8/1999 defenisi PERLINDUNGAN KONSUMEN meliputi seluruh upaya untuk memastikan kepastian hukum, Demi memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian UUPK No: 8/1999 merupakan landasan hukum kuat bagi PEMERINTAH dan LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT(LPKSM) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen secara merata, maupun dalam melakukan pendampingan persoalan konsumen yang hak-haknya di langgar dan di rampas.
Kemudian para profesional hukum yang meliputi; legislator(politisi), perancang hukum(legal drafter), konsultan hukum, advokad, notaris, pejabat pembuat akta tanah, POLISI, Jaksa, Panitera, Hakim, Arbiter atau wasit dan lembaga pendampingan hukum lainnya. Wajiblah kesejahteraan dan mutunya jadi perhatian negara dan pemerintah. Agar kinerjanya makin solid dengan loyalitas tinggi dan jadi abdi negara yang handal nan mumpuni. agar tidak terulang lagi peristiwa-peristiwa di atas yang jadi cerita pilu dan duka serta nestapa bagi konsumen maupun pelaku usaha yang mengalaminya.

BACA JUGA:  SMK Muhammadiyah Tumijajar Tubaba Menerima Donasi Satu Unit Mobil Pendidikan Mitsubishi Fuso Euro 4

Adapun yang perlu ada pengaturan dan penataan ulang yakni pada tataran, sebagai berikut:
1. Menyakut pajak, berupa pajak penghasilan/PPH yang saat ini pelaku usaha membebankan pembayaran pajaknya kepada konsumen.

2. Perlu adanya penganturan yang berbeda antar pelaku usaha menengah/besar dengan UMKM.

3. Harus ada pengaturan antara jenis-jenis pelaku usaha, seperti; perusahaan, korporasi, BUMN, BUMD, BUMDES, Koperasi, importir, eksportir, pedagang, distributor, dll. Dalam penanggungan beban kewajibannya. Karna dalam vide penjelasan pasal 1 angka 3(TIGA) UUPK no:8/99, Pengaturan di UUPK tentang hak dan kewajiban serta tanggung jawab pelaku usaha pada saat ini semuanya di anggap sama.

4. Harus ada integrasi konsep tentang perlindungan konsumen dalam PP CIPTAKER turunan dari omnibuslaw. Karna selama ini ada perbedaan tajam antara tiap kementrian dan Lembaga di pusat maupun di daerah tentang realisasi perlindungan konsumen.

5. Raksa Nugraha Indonesian Consumer Award selain di berikan kepada pelaku usaha. Tapi juga di berikan kepada; Pemerintah Daerah, LPKSM baik yang berbentuk LSM maupun yayasan, dan para profesi hukum.

Dengan adanya perubahan di atas maka perlindungan konsumen jadi wujud tanggung jawab bersama yang tumbuh dalam kesadaran serta berkelanjutan. Dan masing-masing lembaga bisa berperan optimal dalam program perlindungan konsumen. Kemudian posisi UUPK no:8/99 sebagi UU Payung sesuai yang tercantum dalam alinea terakhir penjelasan umum UUPK yang menyebutkan, bahwa: “Dengan demikian, UU tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan Payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen”, Dapat jadi acuan semua konsumen dan dapat mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen dengan pelaku usaha. Juga dapat mengatur pelaku usaha mengenai pentingnya konsumen, sehingga tumbuh sikap JUJUR dan lebih bertanggung jawab lagi dalam praktek berusaha. Serta untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat dan prima untuk Indonesia maju. (A. Gani)