Bandar Lampung,- Beritanatural.net Wakil Ketua PWI Lampung Bidang Pembelaan Wartawan mengecam sikap arogan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, yang menghardik wartawan MNCTV saat sedang mengambil gambar acara rapat Gubernur Lampung bersama KPU, Bawaslu, dan Forkimpinda Lampung soal persiapan Pilkada, Rabu 24 Juni 2020. Selain menghardik, Gubernur melontarkan kaliman bahwa dirinya juga preman.
“Jika benar itu terjadi, saya menyesalkan penghardikan wartawan dan larangan mengambil gambar, yang terjadi di ruang rapat Pemprov Lampung. Apalagi di lontarkan orang nomor satu di Lampung itu di hadapan banyak pejabat Forkopimda, ada Kapolda, Kabinda, dan para Pejabat di lingkungan Provinsi Lampung. Ini masuk kekerasn verbal,,” kata Juniardi.
“Apa tidak ada yang lebih sopan? Bicara saja baik-baik jika memang kegiatan tidak bisa diliput. Toh wartawan yang datang itu di undang, dan pasti akan mengerti karena mereka dibatasi dengan kode etik. Cara-cara arogan sudah tidak jamannya lagi. Semua bisa selesai dengan komunikasi yang baik. Wartawan kok dianggap musuh,” lanjutnya.
Juniardi, jugaa mengecam keras tindakan yang dilakukan Gubernur Lampung karena masuk katagori kekerasan verbal dan menghalang halangi kerja wartawan, apalagi kegiatan itu justru untuk menyampaikan paparan Gubernur itu sendiri. “Tindakan Gubernur Lampung tersebut sudah melanggar undang-undang Pers dimana jurnalis dalam bekerja dilindungi oleh undang-undang pers,” katanya.
Menurut Juniardi, sejatinya wartawan mempunyai Undang-Undang dalam memperoleh sebuah informasi yang tertuang dan sudah dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, “Karena itu kita berharap aparat penegak hukum untuk bisa melindungi para jurnalis dalam melaksanakan aktivitas peliputan di seluruh Nusantara Indonesia, termasuk di Lampung,” katanya.
Selain itu, apapun alasannya, sebagai pejabat publik, tindakan arogansi dan premanisme oknum Gubernur kepada Wartawan MNCTV adalah bagian dari bentuk tindakan premanisme, dan itu sudah tidak jamannya. Negara Demokrasi sangat menghargai peran dan memerlukan pers sebagai mitra.
“Tidak kecuali itu di Lampung pesan pentingnya peran Pers sering digaungkan oleh Presiden dan Petinggi Pemerintahan lainnya di Pusat termasuk oleh Kapolri. Bahkan acapkali Gubernur membuat pernyataan tentang penting kerjasama dengan pers dalam memajukan daerah juga menjaga stabilitas keamanan sebagai mana juga yang disampaikan oleh Kapolda Lampung,” katanya.
Sikap arogansi dan premanisme yang ditunjukkan Gubernur terhadap Wartawan MNCTV adalah sebuah tindakan kesewenang-wenangan. Mestinya sebagai pejabat justru memberikan akses yang luas kepada wartawan dalam memperoleh informasi menyangkut dengan kegiatan Pemerintahan Provinsi Lampung.
“Hal itu semestinya tidak harus terjadi, itu intimidasi namaanya, sikap yang di lihatkan dan di tunjukan pejabat tersebut sudah tidak mencerminkan seorang pejabat publik. Apalagi ia termasuk orang yang cukup di segani seharusnya dapat mengayomi dan memberikan contoh yang baik,” katanya.
Peristiwa yang menimpa salah satu rekan wartawan MNCTV itu untuk bukan yang pertama, maka kita turut prihatin dengan sikap yang di tunjukan oleh oknum pejabat penting di Lampung itu. “Sikap yang di tunjukan seorang pejabat seperti itu semestinya tidak terjadi, katanya wartawan itu teman, rekan, media itu adalah mitra pemerintahan, mitra DPRD, mitra Polri dan seluruh elemen dan masyarakat. Apalagi pejabat atau jabatan itu hanya titipan,” katanya.
Terkaiit ucapan mengaku sebagai preman, Juniardi menyatakan wartawan itu bukan preman, tapi menyampaikan informasi melalui media, cetak, online, elektronik termasuk televisi, yang diterbitkan berdasarkan profesional dan kode etik, berdasarkan bukti-bukti dan data yang mereka temukan dilapangan. “Gubernur sebagai kepala pemerintahan tentunya harus menghargai profesional mereka yang sedang melaksanakan tugasnya sebagai perkerja pers,” kata Juniardi
Selama wartawan tersebut masih menjalan tugas dengan profesional, “Jika memang kecewa dengan berita yang di buat itu jelas dan ada sumber semua itu sah-sah saja bila mana seorang wartawan itu masih memegang teguh kode etik jurnalistik. Jika ada kesalahan atau masih ada kekeliruan dalam penyampaian dalam berita kita bisa memberikan hak jawab dan klarifikasi dalam pemberitaan yang berimbang,” katanya.
“Kita berharap kepada Gubernur maupun kepada para pejabat publik kedepanya agar tidak ada lagi sikap arogan kepada wartawan maupun pekerja pers, apalagi sikap seperti itu tidak semestinya di tunjukan oleh pejabat publik. Jangan karea jabatan kita mentang-mentang, sok ataupun menunjukan sikap arogan. Harusnya menyadari jabatan itu amanah. Mari kita bersama berkerja sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada,” tutupnya. (*)