Penulis : Wasi Seto Wasisto
Penyuluh Pajak Pertama
Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung
Lampung , – Era digital membawa banyak kemudahan, termasuk dalam mengurus kewajiban perpajakan. Layanan daring seperti e-filing dan e-billing membuat proses pelaporan dan pembayaran pajak menjadi lebih cepat dan praktis. Namun, di balik kemudahan itu muncul ancaman serius berupa penipuan digital. Oknum tidak bertanggung jawab kerap mengatasnamakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan tindak penipuan. Modusnya beragam, mulai dari telepon ancaman, pesan elektronik palsu, hingga dokumen yang tampak resmi tetapi sebenarnya menyesatkan.
Apabila masyarakat tidak berhati-hati, siapa pun bisa menjadi korban. Oleh karena itu, kewaspadaan mutlak diperlukan. Masyarakat perlu mengenali ciri-ciri penipuan, memahami hak serta kewajiban perpajakan, dan mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melindungi diri.
Kenali Hak dan Kewajiban
Pelaku penipuan biasanya menargetkan individu atau pelaku usaha yang belum memahami hak dan kewajiban perpajakannya. Karena itu, langkah pertama untuk melindungi diri adalah mengenali kewajiban dasar. Wajib Pajak perlu mengetahui jenis pajak yang harus dibayar, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), batas waktu pelaporan, serta cara menggunakan layanan resmi DJP, misalnya e-filing dan e-billing. Informasi lengkap tersedia di situs resmi DJP www.pajak.go.id.
Selain itu, masyarakat harus memastikan hanya menggunakan kanal dan aplikasi resmi. Hindari pihak yang menawarkan jasa tidak jelas dan meminta akses data sensitif, seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Electronic Filing Identification Number (eFIN), atau kode verifikasi sekali pakai (OTP). Direktorat Jenderal Pajak tidak pernah meminta data pribadi tersebut melalui telepon maupun pesan singkat. Jika merasa ragu, masyarakat dapat menanyakan langsung ke petugas pajak atau menghubungi Kring Pajak di 1500200.
Modus Penipuan
Penipuan perpajakan hadir dalam berbagai bentuk. Ada yang dilakukan melalui telepon dengan mengaku sebagai petugas pajak lalu menakut-nakuti korban. Ada pula pesan elektronik yang berisi tautan palsu untuk membayar pajak. Tidak jarang pula beredar dokumen yang tampak resmi, tetapi palsu dan mengarahkan pembayaran ke rekening pribadi.
DJP hanya memproses transaksi pajak melalui kanal resmi, dan komunikasi dilakukan melalui saluran terverifikasi, seperti surat elektronik dengan domain DJP atau aplikasi mitra resmi pemerintah. Karena itu, apabila menerima pesan yang mencurigakan, jangan langsung mempercayai isinya. Lakukan verifikasi terlebih dahulu melalui kanal resmi sebelum mengambil tindakan apa pun.
Selain ancaman berupa intimidasi, ada juga penipuan dalam bentuk tawaran yang tampak menggiurkan. Misalnya, penawaran restitusi pajak tanpa audit, potongan pajak kilat, atau jasa “pembersihan” data pajak. Tawaran semacam ini harus diwaspadai. Jika terdengar terlalu mudah untuk menjadi kenyataan, hampir dapat dipastikan tawaran itu tidak benar. Perlu diingat, pajak memiliki aturan jelas dan semua proses harus melalui mekanisme resmi.
Lindungi Data Pajak
Data perpajakan merupakan aset yang sangat penting. Informasi seperti NPWP, eFIN, nama pengguna dan kata sandi akun DJP Online, serta alamat surat elektronik yang digunakan untuk layanan pajak harus dijaga kerahasiaannya. Data ini hanya boleh diakses oleh pihak internal yang dipercaya atau konsultan pajak yang memiliki sertifikat resmi.
Apabila menemukan hal mencurigakan, baik berupa email, pesan singkat, maupun dokumen, masyarakat tidak boleh tinggal diam. Segera lakukan verifikasi atau laporkan kepada pihak berwenang. Direktorat Jenderal Pajak menyediakan fitur pelaporan melalui Whistleblower System (WISE) di www.pajak.go.id. Selain itu, masyarakat juga dapat menghubungi Kring Pajak atau datang langsung ke kantor pajak terdekat untuk memperoleh kepastian.
Melindungi diri dari penipuan pajak digital sebenarnya tidak sulit. Kuncinya adalah selalu waspada, rajin memperbarui informasi, dan hanya menggunakan saluran resmi DJP. Edukasi secara berkala, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitar, sangat penting agar masyarakat tidak mudah terjebak.
Dalam dunia perpajakan, ketidaktahuan bukan alasan untuk terbebas dari tanggung jawab hukum. Oleh karena itu, lebih baik bersikap proaktif sejak awal daripada menyesal di kemudian hari. Dengan kewaspadaan kolektif, masyarakat dapat terhindar dari penipuan, sementara sistem perpajakan nasional tetap terlindungi dan dipercaya. (**)