Ini Penjelasan Kabid Dikdas Disdikbud Pesawaran Soal Berita Yang Menyatut Namanya.

Pesawaran,- BeritaNatural.Net- Terkait pemberitaan yang beredar di salah satu media online tentang dugaan adanya Markup, Bagi-bagi Fee, dan barang rusak menyoal penggunaan dana Afirmasi dan Kinerja tahun 2019 di Kabupaten Pesawaran, Kabid Dikdas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesawaran Romzan angkat bicara atas berita yang dinilai tidak benar tersebut.

Saat ditemui disela aktivitasnya, Kamis (13/8/2020), Romzan mengatakan bahwa Dinas melakukan sosialisasi dan pemaparan sistem pembelanjaan sekolah (siplah) merupakan hal yang wajar, bahkan se-Indonesia melakukan hal yang sama dikarnakan siplah ini adalah sistem baru yang harus di terapkan sekolah.

“Sistem ini adalah sistem baru yang dikeluarkan oleh Kemendikbud agar dana yang dikeluarkan oleh negara jelas dan transparan dalam pembelian barang yang dibelanjakan sekolah. Mulai dari harga, spesifikasi, link produk, semua orang bisa melihat sehingga penggunaan dana Afirmasi dan Kinerja sesuai dengan yang ada di Siplah dan harganya pun masing-masing produk bervariasi,” kata dia.

Lanjut Romzan, kemudian pihak sekolah memilih ke siplah mana dan toko apa yang mereka mau login. Semua tahapan atau langkah yang dilakukan pihak sekolah sudah sesuai dengan permendikbud yang mengatur tentang pembelanjaan melalui Siplah prihal PBJ sekolah bukan Dinas yang mengatur atau menggiring.

Selanjutnya mengenai harga, tidak ada satupun yang di markup karena harga barang sudah terupload di siplah sesuai dengan standar yang terdaftar di Kemendikbud.

“Maka dari itu, harga yang tertera di Siplah tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan harga yang ada di toko atau di pasaran. kalau sekolah memang bisa belanja di luar atau di toko, mungkin semua sekolah akan melakukan hal yang sama belanja di toko tanpa melalui Siplah, namun hal itu akan melanggar aturan,” terang Romzan.

BACA JUGA:  Anggota Komisi IV DPRD Lampung Sosper Di Kecamatan Tanjung Raja.

Sambungnya, Aturan yang benar adalah aturan yang di keluarkan Kemendikbud, yang isinya sekolah wajib melakukan pemesanan melalui 6 Siplah yang terdaftar di Kemendikbud, dan harga masing-masing produk sudah jelas tertera di Siplah.

“Jadi bagaimana bisa di Markup? pahami dulu aturannya, teknis pembelanjaannya, sehingga ketika berkomentar harus pas dan jangan sampai merugikan orang lain karena ini kaitannya dengan nama baik Dunia Pendidikan kita khususnya di Bumi Andan Jejama ini,” tegasnya.

Prihal pembayaran, sekolah sudah benar melakukan pembayaran langsung ke rekening Siplah sesuai dengan invoice yang dikeluarkan oleh siplah. Nominal pembayaran sesuai dengan jumlah pembelian barang. Artinya nominal yang harus dibayar pihak sekolah tidak ada yang dikurangi atau di tambah begitu juga dengan barang yang dikirim sesuai dengan pesanan yang di pesan oleh pihak sekolah baik jenis barang atau jumlahnya, papar Romzan.

“Dasar adanya dugaan penyimpangan anggaran dan kerugian negaranya yang mana? Kalau memang benar itu statement salah satu kepala sekolah, panggil saja kepala sekolah yang mana? kemudian kita klarifikasi bersama, kok bisa mengatakan bagi-bagi fee. Dan yang parah lagi bahasa Markup harga, ini sudah jelas keliru dan hoax,” terang dia.

Bagaimana mau bagi-bagi fee, sedangkan sekolah jelas melakukan pembayaran sesuai nilai pembelanjaan masing-masing, sesuai invoice, dan mereka pun membelanjakan sendiri sesuai kemauan pihak sekolah ingin belanja melalui Siplah yang mana, jelasnya lagi.

“Kemudian bahasa Markup harga, meskipun kalimatnya diduga tetap saja ini merugikan kami pihak Dinas Pendidikan, karena berita sudah menyebar luas seolah-olah berita tersebut benar.
Dan yang menjadi narasumber dalam berita tidak benar itu, apakah siap bertanggung jawab atas statement yang diungkapkannya,” tegas Romzan.

BACA JUGA:  Audiensi ; Arinal Ajak Telkomsel Bersinergi Kembangkan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Ini kan sudah jelas dan transparan, harga masing-masing produk ada di Siplah, semua orang dari Sabang sampai Merauke mengetahuinya. Kemudian yang mengatur harga itu bukan Dinas atau Sekolah, tapi memang sudah ada di masing-masing Siplah, bukan harga hasil rekayasa. Itu sudah sesuai standar kementrian, terangnya lagi.

“Mengenai barang rusak, kami pihak Dinas sudah melakukan pemeriksaan barang ke masing-masing sekolah dan hasilnya tidak kami temukan bahasa barang rusak seperti yang tertulis dalam berita, kalau tidak percaya ayo kita buktikan bersama agar semua transparan dan jelas.
Jangan kita menduga-duga atau mengada-ada, meskipun dalam pemberitaan diperbolehkan menggunakan bahasa atau menggunakan azaz praduga tak bersalah, tetapi tetap itu sangat merugikan pihak yang diberitakan karena berita itu belum jelas kebenarannya,” ucap dia.

Kami berharap, sambung Romzan, media dapat menjadi mitra strategis dan mitra kritis dalam mengawal serta membangun dunia pendidikan di Indonesia agar dunia pendidikan kita bisa menjadi lebih baik dan berkualitas.

“Meskipun demikian, media juga mempunyai kewajiban bersama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tulisan-tulisan yang disajikan,” tutup dia. (Red)